~ Philisophical System Of Love ~
Cinta berpijak
pada perasaan sekaligus akal yang sehat. Itu adalah Konsep pertama yang
dibentangkan oleh Bowman (seorang pengkaji cinta) kerana manusia jatuh cinta
dengan menggunakan perasaan belaka. Memang benar kita jatuh cinta dengan hati,
tetapi agar tidak menimbulkan kekacauan dikemudian hari, kita di haruskan juga
untuk menggunakan akal yang sehat.
Sangat
berbohong kalau antara kita semua boleh jatuh cinta dengan begitu saja tanpa
boleh mengelak. Yang sesungguhnya terjadi adalah, proses jatuh cinta yang
dipengaruhi tradisi, kebiasaan, standard, gagasan dan idealisme dari kelompok
dari mana kita berasal. Sangat berbohong pula kalau kita merasa boleh berbuat
apa saja pada saat jatuh cinta dan tidak boleh diminta pertanggungjawapan bila
perbuatan-perbuatan implusif itu berakibat buruk suatu saat nanti.
Kehilangan
perspektif bukanlah pertanda kita telah jatuh cinta, melainkan signal
kebodohan. Cinta memerlukan proses yang panjang! Bowman juga menolak anggapan
cinta boleh berasal dari pandangan pertama'. Cinta itu tumbuh dan berkembang
dan merupakan emosi yang kompleks, katanya. Untuk tumbuh dan berkembang, cinta
memerlukan waktu. Jadi memang tidak mungkin kita mencintai seseorang yang tidak
kita ketahui asal-usulnya dengan begitu saja.
Cinta tidak
pernah menyerang tiba-tiba, tidak juga jatuh dari langit. Cinta datang hanya
ketika dua individu telah berhasil melakukan orientasi secara berulang-ulang
terhadap hidup dan memutuskan untuk memilih orang lain sebagai titik fokus yang
baru. Yang mungkin terjadi dalam fenomena, cinta pada pandangan pertama adalah
pasangan yang telah diserang perasaan saling tertarik yang sangat kuat, bahkan
sampai tergila-gila. Kemudian perasaan komplusif itu berkembang menjadi cinta.
Dalam kes,
cinta pada pandangan pertama, sebenarnya ramai orang tidak begitu benar-benar
mencintai pasanganya, melainkan jatuh cinta pada konsep cinta itu sendiri.
Sebaliknya dengan orang yang benar-benar mencintai. Mereka mencintai pasangan
sebagai personaliti yang kukuh.
Cinta itu
tidak menguasai dan juga tidak mengalah, tetapi saling berbagi rasa dan
perasaan. Bukan cinta namanya apabila kita mempunyai kehendak mengawal
pasangan. Juga bukan cinta bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih
saja tanpa memikirkan kepuasan diri sendiri juga. Orang yang saling mencintai
tidak menganggap kekasihnya sebagai atasan atau bawahanya. Tetapi sebagai
pasangan untuk saling berbagi rasa dan perasaan, juga untuk mengidentifikasi
diri.
Bila kita
mempunyai rasa keinginan menguasai kekasih (membuat sempadan pada pergaulanya,
melarangnya melakukan aktiviti positif, mengawal selera cara dia perpakaian)
atau melulu mengalah (tidak menunjukan lansung sikap protes bila kekasih
berbuat buruk, tidak keberatan apabila telah dibandingkan dengan orang lain),
bermakna kita belum bersedia memberi dan menerima cinta.
Cinta itu
konstruktif. Individu yang mencintai akan melakukan hal apa saja sebaik-baiknya
demi kepentingan sendiri sekaligus demi (kebanggaan) pasanganya. Dia berani
mempunyai niat dan cita-cita, bermimpi konstruktif dan merancang masa depan.
Namun sebaliknya pada yang jatuh cinta yang implusif.
Bukan hanya
berfikir dan bertindak konstruktif, dia akan kehilangan ambisi, nafsu makan,
dan minat terhadap masalah setiap hari. Yang difikirkan hanya kesengsaraan pribadinya.
Impianya pun tidak mungkin akan tercapai. Bahkan impian itu boleh menjadi
subsitusi kenyataan.
Cinta tidak
melenyapkan semua masalah. Bagi penganut fahaman romatisme, mereka percaya
cinta mampu mengatasi masalah. Seakan-akan cinta itu obat bagi segala penyakit.
Kemiskinan dan banyak masalah diyakini boleh diatasi dengan hanya berbekalan
cinta belaka. Faktanya cinta tidaklah seajaib itu. Cinta hanya boleh membuat
pasangan kekasih berani menghadapi masalah. Permasalahan seberat apapun mungkin
akan coba diselesaikan dengan jernih agar masalah tersebut dapat diatasi atau
menemukan jalan keluar dari masalah tersebut.
Orang yang
sedang mabuk kepayang bermakna tidak benar-benar mencintai, malah cenderung
membutakan mata semasa sedang menghadapi masalah. Malah dengan tiba-tiba
bertindak dengan akal sehatnya untuk mengetepikan masalah. Cinta akan cenderung
mudur ke belakang. Ya, cinta itu bergerak kebelakang. Maka dengan itu kita
patut curiga bila grafik perasaan kita pada kekasih turun-naik sehingga tidak
konsisten.
Pada saat
berjauhan, kita merasakan kekasih lebih hebat berbanding pada ketika bersama,
itu petanda kita mengidealisasikanya, bukan melihatnya secara realistik. Lantas
pada saat kekasih kembali bersama, kita memandang kekasih dengan lebih kritikal
dan hilanglah segala bayangan hebat itu tadi. Sebaliknya berhati-hatilah bila
kita merasa kekasih hebat pada masa kita berdekatan denganya dan tidak
merasakan hal yang sama pada masa berjauhan. Hal demikian menandakan kita hanya
terpesona oleh daya tarikannya secara fizikal. Cinta akan dikira sehat apabila
pada masa dekat dan jauh dari pasangan, kita menyukainya dalam kiraan setara.
Cinta tidak
hanya tertumpu pada daya tarikan fizikal. Dalam hubungan cinta, daya tarik
fizikal sebenarnya juga penting. Tetapi bahaya bila kita menyukai kekasih hanya
sebatas fizikalnya saja dan membencinya apabila fizikalnya berubah atau
membencinya tentang faktor yang lain selain fizikalnya.
Semasa jatuh
cinta, kita menikmati dan memberi makna penting bagi setiap sense fizikal.
Sense fizikal itu hanya terasa menyenangkan bila kita dan pasangan saling
menyukai personaliti masing-masing. Maka bukan cinta namanya, melainkan nafsu
semata apabila kita menganggap sense fizikal hanya memberi sensansi
menyenangkan tanpa makna apa-apa. Dalam cinta, efeknya akan terwujud pada saat
hubungan semakin dalam. Sedangkan nafsu menuntut kepuasan fizikal sedari
permulaanya.
Apakah cinta
itu buta? Tidak sama sekali, cinta tidak buta. Orang yang mencintai melihat dan
menyadari sisi buruk kekasihnya. Karena besarnya cinta dia berusaha menerimanya
dalam keadaan apapun. Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu akan berubah
menjadi baik. Itu karena besarnya cinta dia coba untuk memperbaiki sisi buruk
tersebut. Namun keinginan itu haruslah didasari perhatian dan maksud yang baik.
Tidak boleh ada kritikan yang kasar, menolak bulat-bulat, geram dan marah atau
merasa jjik. Nafsulah yang buta sebanarnya. Meskipun pasangan sangat buruk,
orang yang menjalin hubungan dengan penuh nafsu menerima tanpa keinginan
memberbaikinya. Juga akan meninggalkan pasanganya pada saat keinginanya telah
terpuaskan, hanya karena pasanganya mempunyai secuit keburukan yang sangat
mungkin untuk diperbaiki.
Cinta
memperhatikan kelanjutan hubungan. Orang yang benar-benar mencintai
memperhatikan perkembangan hubungan dengan kekasih. Dia menghindari segala hal
yang mungkin dapat merusak hubungannya dengan kekasihnya. Bisa jadi dia
melakukan tindakan yang dapat memperkuat, mempertahankan dan memajukan
hubunganya. Orang yang sedang tergila-gila' mungkin saja berusaha keras
menyenangkan kekasihnya. Namun usaha itu semata-mata dilakukan agar kekasihnya
menerimanya, sehinga tercapailah kepuasan yang dicari.
Orang yang
mencintai menyenangkan pasanganya untuk memperkuat hubungan. Cinta berani
melakukan hal yang menyakitkan. Selain berusaha menyenangkan kekasihnya, orang
yang sungguh-sungguh mencintai juga memiliki perhatian, keprihatinan,
pengertian dan keberanian untuk melakukan hal yang tidak disukai kekasihnya
demi kebaikan. Seperti seorang ibu yang berkata, tidak selamanya seorang anak
meminta es krim. Padahal sebenarnya dia sedang ingin diperhatikan. Begitulah
kita semua seharusnya bersikap pada pasangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar